Harga Lada Putih (sahang) Pangkalpinang Naik!
Harga lada putih di Kota Pangkalpinang, Provinsi Bangka Belitung
(Babel) mulai merangkak naik karena permintaan eksportir komoditas
tersebut meningkat, sementara transaksi lada masih sepi.
"Dalam sepekan terakhir, harga lada putih dari Rp75 ribu per kilogram secara bertahap naik menjadi Rp77 ribu per kilogram," ujar salah seorang pengumpul lada putih, Ellan di Pangkalpinang, Selasa.
Ia menjelaskan, kenaikan harga lada ini belum mempengaruhi transaksi yang masih sepi, karena petani menilai harga masih rendah dan belum mampu menutupi biaya pengelolaan dan perawatan tanaman lada yang cukup tinggi.
"Dalam sepekan terakhir, harga lada putih dari Rp75 ribu per kilogram secara bertahap naik menjadi Rp77 ribu per kilogram," ujar salah seorang pengumpul lada putih, Ellan di Pangkalpinang, Selasa.
Ia menjelaskan, kenaikan harga lada ini belum mempengaruhi transaksi yang masih sepi, karena petani menilai harga masih rendah dan belum mampu menutupi biaya pengelolaan dan perawatan tanaman lada yang cukup tinggi.
"Saat ini, lada putih petani yang berhasil dikumpulkan hanya sekitar 50
hingga 60 kilogram per minggu, dibandingkan saat harga lada Rp90 ribu
per kilogram, kami mampu mengumpulkan 500 kilogram per minggu," ujarnya.
Menurut dia, kenaikan harga lada ini dipicu permintaan eksportir yang meningkat seiring permintaan negara-negara tujuan ekspor lada seperti Eropa, Jepang, Amerika Serikat dan negara lainnya meningkat.
"Diperkirakan harga lada ini akan terus naik mencapai Rp90 ribu per kilogram, sehingga akan mempengaruhi transaksi lada meningkat," ujarnya.
Ia mengatakan, lada putih Bangka atau yang lebih dikenal dengan Muntok White Pepper sangat diminati pasar dunia karena memiliki kualitas terbaik dan cita rasa khas tersendiri.
"Cita rasa lada putih Bangka lebih pedas dengan aroma yang khas, sehingga membuatnya berbeda dari lada-lada yang ditanam di mana saja," ujarnya.
Demikian juga, Edi pedagang pengumpul lada putih lainnya mengatakan harga lada mulai naik karena membaiknya ekonomi dunia.
"Harga lada ini berpatokan harga pasar internasional, karena sebagian besar hasil perkebunan petani ini diekspor ke berbagai manca negara untuk bumbu masak, campuran minuman, obat dan lainnya," ujarnya.
Namun demikian, kata dia, permintaan pasar yang cukup tinggi ini tidak diiringi dengan hasil perkebunan lada petani yang masih rendah.
Dalam sepuluh tahun terakhir, hasil lada petani mengalami penurunan karena sebagian petani beralih profesi menjadi penambang bijih timah.
"Mereka menilai menambang timah lebih praktis dan cepat menghasilkan daripada berkebun lada yang membutuhkan waktu lima tahun dan perawatan serta pengelolaan yang tinggi baru bisa memanen lada tersebut," ujarnya.
Menurut dia, kenaikan harga lada ini dipicu permintaan eksportir yang meningkat seiring permintaan negara-negara tujuan ekspor lada seperti Eropa, Jepang, Amerika Serikat dan negara lainnya meningkat.
"Diperkirakan harga lada ini akan terus naik mencapai Rp90 ribu per kilogram, sehingga akan mempengaruhi transaksi lada meningkat," ujarnya.
Ia mengatakan, lada putih Bangka atau yang lebih dikenal dengan Muntok White Pepper sangat diminati pasar dunia karena memiliki kualitas terbaik dan cita rasa khas tersendiri.
"Cita rasa lada putih Bangka lebih pedas dengan aroma yang khas, sehingga membuatnya berbeda dari lada-lada yang ditanam di mana saja," ujarnya.
Demikian juga, Edi pedagang pengumpul lada putih lainnya mengatakan harga lada mulai naik karena membaiknya ekonomi dunia.
"Harga lada ini berpatokan harga pasar internasional, karena sebagian besar hasil perkebunan petani ini diekspor ke berbagai manca negara untuk bumbu masak, campuran minuman, obat dan lainnya," ujarnya.
Namun demikian, kata dia, permintaan pasar yang cukup tinggi ini tidak diiringi dengan hasil perkebunan lada petani yang masih rendah.
Dalam sepuluh tahun terakhir, hasil lada petani mengalami penurunan karena sebagian petani beralih profesi menjadi penambang bijih timah.
"Mereka menilai menambang timah lebih praktis dan cepat menghasilkan daripada berkebun lada yang membutuhkan waktu lima tahun dan perawatan serta pengelolaan yang tinggi baru bisa memanen lada tersebut," ujarnya.
Tidak ada komentar
Posting Komentar